Kucing lokal dari Aceh tinggal di Jerman

Sekedar berbagi cerita.
Oleh : Dus Fotografer
Kami memelihara beberapa ekor kucing lokal di rumah kontrakan pada saat tugas pasca tsunami Aceh sebanyak 12 ekor. Awalnya hanya satu ekor yang kami beri nama Bobby. Bobby kami mengambilnya dari kampung Tijue tempat pertama kami tinggal di Sigli Pidie. 

Alasan kami mengambilnya karena setiap malam dia menangis mencari pertolongan tepat di belakang dari kamar tidur kami, lalu kami menghampirinya dan memeriksanya, ternyata matanya rabun tidak dapat melihat dengan jelas saat kami mencoba memberi makanan dan susu, kesehariannya selalu ditinggalkan oleh induknya. 

Karena pergaulan bebas di rumah pindahan akhirnya setelah beberapa bulan kemudian Bobby bunting, kelahiran pertama menghasilkan 6 ekor anak yang semuanya dalam keadaan sehat dan setahun kemudian melahirkan lagi 6 ekor anak.
Karena kebersamaan kami setiap hari sangat akrab sudah seperti keluarga dan rasa cinta terhadap mereka semakin mendalam, maka kami ada niat untuk membawa tiga ekor anaknya ke Jerman dan yang lainnya kami titip ke satpam yang juga hatinya mulia memelihara kucing.

Namun sebelum membawa keluar negeri semua kucing harus disteril terlebih dahulu dan kami mencari dokter hewan yang ada di daratan Aceh dan akhirnya kami menemukan seorang dokter hewan yang profesional yang tinggal di kota Banda Aceh. 

Dokter yang kami temui mengurus semua yang berhubungan dengan persaratan untuk membawa kucing keluar negeri, seperti imunisasi, pengambilan darah lalu mengirimnya untuk diperiksa di Labortory Uni Hanover Jerman, memasukan mikro chip yang sudah ada identitasnya yang dikirim langsung dari Uni Hanover untuk setiap kucing ke tubuh dibagian leher, serta membuat surat rekomendasi ke kantor pusat karantina di Jakarta dan Medan. 

Setelah semua urusannya beres, dan pada tanggal 10 Juni 2008, Saya bersama tiga ekor kucing berangkat ke Jerman melalui Polonia Airport Medan. Pertama kali dalam hidup saya membawa hewan ke Eropa ( Jerman ) 
Di Bandara saat check in ketiga ekor kucing tersebut ditimbang dan membayarnya senilai harga tiket pesawat buat anak kecil/ekor. Di dalam kandangnya sudah saya siapkan makanan dan air secukupnya, karena menempuh jarak yang cukup jauh sampai ke Jerman sekitar 16 jam. 


Syukur kepada Tuhan setibanya di Bandara Frankfurt ketiga kucing kami masih hidup walau semua dalam keadaan takut dan setelah lima hari kemudian mereka kami bawa ke Dokter hewan untuk diperiksa sekaligus membuat paspor/surat tanda pengenal dari ketiganya agar bisa jalan-jalan ke negara tetangga atau pulang kampung ke Indonesia tanpa ada halangan, haha... 

Ternyata kucing dari Indonesia bertahan dengan cuaca dingin di Jerman, dan pada musim dingin mereka cukup lama bermain di luar rumah dengan suhu udara minus 5 derajat. Baru saya tahu di Jerman ada peraturan untuk hewan peliharaan, kita harus memperhatikan pada saat mereka bermain, jangan sampai mereka menangkap binatang peliharaan dari tetangga dan di sekitarnya, karena jika hal ini terjadi kita harus membayarnya dengan harga yang ditentukan oleh tetangga kita dan perda.

Yang sangat saya kagumi adalah kucing disuntik anti segala penyakit dengan harga cukup terlampau mahal bila dikakulasikan kedalam uang rupiah haha... Saat ini aku baru sadar, ternyata pemeliharaan hewan di Jerman sangat mahal. 

Disinilah kelebihan orang-orang di Eropa yang sangat mencintai segala jenis hewan dan selebihnya kita juga harus akui bahwa hampir sebagian penduduk di negara Eropa sangat peduli sesama makhluk hidup di bumi ini.