Oleh: Dus Fotografer.
Periuk dari tanah adalah sebuah alat untuk memasak yang digunakan oleh penduduk kampung wokopau, waepoang, wolomboro, wae soke dan wolobaga di pulau Flores tepatnya di Desa Bamo Kecamatan Kota Komba Kabupaten Manggarai Timur sejak beberapa abad yang lalu. Mereka menggunakan periuk tanah ini untuk menanak nasi, merebus jagung, memasak sayur dan lain sebagainya, karena lebih praktis dan lebih hemat biaya.
Pekerjaan untuk membuat periuk dari tanah biasanya dilakukan oleh kaum hawa, dari semua jenis perlengkapan dapur dibuatnya, membuatnya pun sangat tradisional yaitu menggunakan batu sebagai palu, percikan air untuk melembabkan keadaan tanah, dan daun pisang sebagai pembungkus tanah, dan beralaskan selembar papan sebagai dasar penyimpan tanah yang mau diperam. Proses pembuatan sebuah periuk yang bagus membutuhkan waktu dua bulan.
Awal dari prosesnya sebagai berikut; Tanah digali dengan memakai linggis yang terbuat dari kayu, lalu dibungkus dengan daun pisang untuk diperam selama dua minggu. Dalam proses pemeraman tanah ini harus disiram setiap pagi dan sore hari agar tanah selalu dalam keadaan lembab. Setelah saatnya tiba tanah ini digiling dengan memakai kaki ( Diinjak-injak ) atau dengan menggunakan tangan jika memiliki energi yang cukup kuat, dan diperam lagi selama dua malam, lalu proses pembuatan periuk, mangkok, senduk, gelas dan lain-lain.
Setelah membentuk sebuah periuk dibilas lagi memakai air dan secabik kain untuk memperhalus bentuk dari sebuah periuk dan dijemur satu atau dua minggu lamanya di matahari. Dalam proses penjemuran juga harus dijaga jangan sampai ada yang retak atau goresan dari binatang peliharaan.
Jika ada yang retak atau ada goresan harus cepat membilasnya dengan secabik kain basah sebab jika keadaan tanahnya sudah mengering sangat sulit untuk merapikannya. Setelah benar-benar kering lalu dibakar dengan memakai bambu kering atau pelepah kelapa kering sampai benar-benar berwarna merah dan mengeluarkan bunyi yang nyaring jika menyentuhnya dengan jari tangan kita.
Adapun larangan pada saat mengambil tanah ini yaitu; Menggalinnya tidak boleh memakai alat jenis besi, pada saat menggali tidak boleh mengeluarkan angin (Kentut), tidak boleh batuk, dan jika membawa teman-teman ke lokasi penggalian tidak boleh berbicara yang jorok atau omong kotor, dan membawahnya pun harus memakai bakul atau keranjang dari jenis daun-daunan.
Penggalian dilakukan oleh kaum hawa sedangkan kaum adam dilarang untuk mendekati atau menggalinya karena kebanyakan kaum lelaki jarang menuruti aturan yang ada. Mengapa peraturan ini dibuat? supaya pada proses pembuatannya nanti tidak ada yang retak atau pecah.
Kalau ada yang tidak menuruti peraturan di atas maka sia-sialah dalam pembuatannya akan pecah atau tidak jadi sama sekali. Nilai penjualan dari sebuah periuk tanah ini tidak sebanding dengan tenaga atau waktu dari sipembuat. Perbuah mencapai Rp.25.000 rupiah tergantung jenis dan ukurannya.
keuntungan kita menanak nasi dengan menggunakan periuk dari tanah yaitu menimbulkan rasa gurih atau mengeluarkan aroma yang sangat natural dari jenis beras atau jagung dan tidak menimbulkan hangus atau berbentuk kerak, begitupun jika memasak sayur.
Masih banyak masyarakat di kampung yang sampai saat ini menggunakan alat tradisional di atas untuk memasak. Sehingga tradisi untuk membuat periuk dari tanah terus dipertahankan oleh beberapa keluarga yang tinggal di wilayah Desa Bamo Kecamatan Kota Komba- Manggarai Timur Flores-Nusa Tenggara timur (Dus Fotografer1232ps)
Pekerjaan untuk membuat periuk dari tanah biasanya dilakukan oleh kaum hawa, dari semua jenis perlengkapan dapur dibuatnya, membuatnya pun sangat tradisional yaitu menggunakan batu sebagai palu, percikan air untuk melembabkan keadaan tanah, dan daun pisang sebagai pembungkus tanah, dan beralaskan selembar papan sebagai dasar penyimpan tanah yang mau diperam. Proses pembuatan sebuah periuk yang bagus membutuhkan waktu dua bulan.
Awal dari prosesnya sebagai berikut; Tanah digali dengan memakai linggis yang terbuat dari kayu, lalu dibungkus dengan daun pisang untuk diperam selama dua minggu. Dalam proses pemeraman tanah ini harus disiram setiap pagi dan sore hari agar tanah selalu dalam keadaan lembab. Setelah saatnya tiba tanah ini digiling dengan memakai kaki ( Diinjak-injak ) atau dengan menggunakan tangan jika memiliki energi yang cukup kuat, dan diperam lagi selama dua malam, lalu proses pembuatan periuk, mangkok, senduk, gelas dan lain-lain.
Setelah membentuk sebuah periuk dibilas lagi memakai air dan secabik kain untuk memperhalus bentuk dari sebuah periuk dan dijemur satu atau dua minggu lamanya di matahari. Dalam proses penjemuran juga harus dijaga jangan sampai ada yang retak atau goresan dari binatang peliharaan.
Jika ada yang retak atau ada goresan harus cepat membilasnya dengan secabik kain basah sebab jika keadaan tanahnya sudah mengering sangat sulit untuk merapikannya. Setelah benar-benar kering lalu dibakar dengan memakai bambu kering atau pelepah kelapa kering sampai benar-benar berwarna merah dan mengeluarkan bunyi yang nyaring jika menyentuhnya dengan jari tangan kita.
Adapun larangan pada saat mengambil tanah ini yaitu; Menggalinnya tidak boleh memakai alat jenis besi, pada saat menggali tidak boleh mengeluarkan angin (Kentut), tidak boleh batuk, dan jika membawa teman-teman ke lokasi penggalian tidak boleh berbicara yang jorok atau omong kotor, dan membawahnya pun harus memakai bakul atau keranjang dari jenis daun-daunan.
Penggalian dilakukan oleh kaum hawa sedangkan kaum adam dilarang untuk mendekati atau menggalinya karena kebanyakan kaum lelaki jarang menuruti aturan yang ada. Mengapa peraturan ini dibuat? supaya pada proses pembuatannya nanti tidak ada yang retak atau pecah.
Kalau ada yang tidak menuruti peraturan di atas maka sia-sialah dalam pembuatannya akan pecah atau tidak jadi sama sekali. Nilai penjualan dari sebuah periuk tanah ini tidak sebanding dengan tenaga atau waktu dari sipembuat. Perbuah mencapai Rp.25.000 rupiah tergantung jenis dan ukurannya.
keuntungan kita menanak nasi dengan menggunakan periuk dari tanah yaitu menimbulkan rasa gurih atau mengeluarkan aroma yang sangat natural dari jenis beras atau jagung dan tidak menimbulkan hangus atau berbentuk kerak, begitupun jika memasak sayur.
Masih banyak masyarakat di kampung yang sampai saat ini menggunakan alat tradisional di atas untuk memasak. Sehingga tradisi untuk membuat periuk dari tanah terus dipertahankan oleh beberapa keluarga yang tinggal di wilayah Desa Bamo Kecamatan Kota Komba- Manggarai Timur Flores-Nusa Tenggara timur (Dus Fotografer1232ps)